Sabtu, 22 Agustus 2009

Kiprah Kotor Blackwater

Pendiri Blackwater, Erik Prince, menempatkan dirinya sebagai sosok yang menjalankan Perang Salib dan melenyapkan umat Muslim dari dunia.

Tentara bayaran yang tergabung dalam Blackwater kerap menebar maut di Irak. Walau keberadaannya dipenuhi skandal dan noda, pemerintah AS tetap berkukuh mempekerjakan perusahaan “jasa keamanan” swasta ini

Hari itu, tahun 2007, menjadi hari kelabu bagi Abu Suhad. Warga Baghdad ini kehilangan anak gadisnya tercinta. Saat itu putrinya tengah mengemudikan kendaraan dekat kantor kementerian luar negeri Irak di pusat kota. Tiba-tiba mobil yang ditumpangi sang gadis ditembaki secara brutal oleh anggota Blackwater yang tengah patroli.

Saksi mata menyebutkan empat mobil Blackwater warna putih melewatinya. “Saat menyalip, mereka langsung menembak kepala anak saya dalam jarak dekat yang membuatnya tewas seketika. Peluru itu menerjang bagian bawah telinga dan sebelah kiri atas kepalanya. Kulit kepala dan rambutnya masih menempel di atap kendaraan,'' tutur Suhad sebagimana dilansir Time.

Warga Baghdad lain yang membeberkan kebrutalan Blackwater di Irak adalah Sajjad. Suaminya yang bekerja sebagai tenaga keamanan di jaringan media pemerintah Irak juga ditembaki secara membabi-buta oleh anggota Blackwater saat konvoi di pinggiran kota.

Tiap melakukan konvoi atau patroli, Blackwater tidak pernah berhenti atau menanyakan apa yang terjadi pada warga. Langsung memberondong orang dengan tembakan.

''Tidak ada baku tembak atau alasan lain yang mendorong mereka untuk menembak suami saya dan temannya. Mereka berada di bangunan tinggi, dan mereka tidak bersenjata,'' ungkap Sajjad.

Aksi-aksi koboi urakan di atas adalah secuil contoh kekejian Blackwater yang diumbar di Irak.

''Semua orang di sini tahu apa yang dilakukan Blackwater dalam menghabisi orang. Ini adalah simbol aksi pendudukan. Tak ada orang yang dapat melupakan aksi mereka. Namun orang Irak mungkin akan berpikir lain bila pelakunya dipenjara,'' kata Farid Walid, korban penembakan Blackwater di Nisour Square.

Warga Irak yang menjadi korban aksi kesewenang-wenangan Blackwater menuntut pemerintah AS mengadili “koboi-koboi” yang melakukan tindak kriminal di Negeri Seribu Satu Malam itu. Walid hanya satu dari sejumlah orang yang mencoba menyeret Blackwater ke meja hijau di AS.

Upaya itu mendapat dukungan dari pengacara AS, Susan Burke dan timnya. Bersama para keluarga korban, Susan dan timnya bergerak cepat. Hasilnya, akhir pekan lalu, pengadilan federal Virgina menerima pernyataan di bawah sumpah dua terdakwa mantan anggota Blackwater.

Kedua orang ini menyatakan pendiri Blackwater, Erik Prince, menempatkan dirinya sebagai sosok yang menjalankan Perang Salib dan melenyapkan umat Muslim dari dunia. Perusahaan itu juga dituduh dengan sengaja melakukan aksi pembunuhan dan mempersenjatai orang tak terlatih untuk menggunakan senjata mematikan.

Tuduhan lain yang juga muncul dalam kasus Blackwater ini adalah pelecehan seksual dan prostitusi anak di Irak.

Menurut laporan MSNBC, Blackwater menjalankan prostitusi anak di kamp Zona Hijau Irak. Anak-anak Irak yang terlibat dalam tindakan asusila dengan sejumlah anggota Blackwater diiming-imingi lembaran dolar.

Erik Prince mengetahui anak buahnya terlibat dalam skandal memalukan itu, namun tidak mencegahnya. Selain itu, Blackwater juga dituding terlibat dalam penyelundupan senjata dan pencucian uang. (Chairul Akhmad)

Israel Paksa Pegawai Nuklirnya Teguk Uranium Cair

Selasa, 18 Agustus 2009 09:49 .Rezim zionis Israel kembali menambah panjang daftar rekam jejaknya yang begitu kelam. Kali ini, rezim zionis memaksa para pegawai reaktor nuklir Dimona meneguk uranium cair. Sebagaimana dikutip dari Harian Haaretz cetakan Israel, mantan pegawai reaktor nuklir Dimona, Julius Malick mengungkapkan, pimpinan reaktor nuklir Dimona di masa lalu menggelar suatu eksperimen. Mereka memaksa sejumlah pegawai menjadi relawan untuk meminum uranium cair. Menurut pengakuan Malick, dalam eksperimen yang dilakukan pada tahun 1998 itu, tak ada satupun relawan yang diberi penjelasan soal dampak bahaya dari eksperimen tersebut.

Malick yang pernah bekerja selama 15 tahun di reaktor nuklir Dimona milik rezim zionis itu juga menuturkan, Yitzhak Gurevich, pimpinan reaktor dan Gary Amal, direktur bidang SDM di masa itu mengancam akan memecat dirinya jika mengungkap masalah tersebut.

Pada tahun 1963, Rezim zionis Israel mendirikan reakor nuklir Dimona lewat kerjasama dengan Perencis. Namun, rezim zionis tidak pernah mengijinkan tim pemeriksa Badan Energi Atom Internasional (IAEA) meninjau reaktor tersebut.

Menurutnya Israel memiliki Lebih Dari 300 Nuklir yang berada dimona arsenal namun Zionis Israel tak pernah mengakui atas apa2 yang dituduhkan.



Nuklir Israel

Seorang pembocor rahasia nuklir israel, Mordechai Vanunu, meminta namanya dihapus dari daftar kandidat penerima penghargaan Nobel.

Ia menolak Nobel karena Shimon Peres juga mendapatkan penghargaan yang sama sebelumnya. Peres memenangkan penghargaan Nobel pada 1994 dan berbagi penghargaan tersebut dengan mantan Perdana Menteri israel Yitzhak Rabin dan pemimpin PLO Yasir Arafat atas prakarsanya dalam pembicaraan “perdamaian semu” israel-Palestina yang kemudian menghasilkan kesepakatan Oslo.

Dalam suratnya untuk komite Nobel Norwegia, Vanunu menulis bahwa dirinya tidak layak berada dalam daftar kandidat penerima itu karena Shimon Peres yang pernah mendapatkan penghargaan itu sebelumnya adalah orang yang berada di belakang kebijakan nuklir israel.

Vanunu: “Peres membangun reaktor nuklir Dimona dan mengembangkan program senjata nuklir israel. Peres adalah orang yang berada di belakang proliferasi senjata nuklir di Afrika Selatan dan Negara-negara sekutu israel lainnya.”

Vanunu ditangkap dan dipenjarakan selama 18 tahun oleh pihak berkuasa israel setelah dirinya membocorkan rahasia nuklir israel kepada harian Inggris pada 1986. Sebagai “orang dalam” yang bekerja sebagai teknisi pada reaktor utama nuklir israel, dia mengetahui benar aktivitas rahasia nuklir israel. Meskipun demikian, israel tidak pernah membenarkan siulan Vanunu atau menolaknya.


Apapun yang disembunyikan di ketiak israel, para pakar meyakini bahwa israel memiliki arsenal nuklir terbesar keenam di dunia, di mana Peres adalah instrumen bagi pengembangan program tersebut.

Setelah pembebasannya dari penjara israel pada 2004, setiap tahun lembaga-lembaga Hak Asasi Manusia internasional selalu menyodorkan nama Vanunu untuk setiap penghargaan-penghargaan bergengsi.(Irb/sb

Penjajah Israel Melarang Muslim Masuk Masjidil Aqsha

Betapa sedihnya. Betapa nestapanya. Di bulan Ramadhan ini bagi muslim Palestina. Dimana penjajah Israel laknatullah telah melarang mereka memasuki Masjidil Aqsha. Penjajah Israel itu telah melarang dan membatasi bagi muslim Palestina,yang ingin beribadah di Masjidil Aqsha, hanya dibolehkan bagi mereka yang usianya sudah diatas 50 tahun.

Perlakuan yang sangat tidak adil ini, dan membatasi setiap warga muslim Palestina yang ingin melangsungkan ibadah di bulan suci Ramadhan ini, terutama di Masjidil Aqsha telah di lakukan pemerintah Israel. Mereka yang diizinkan hanya muslim yang usianya sudah 50 tahun. Para pemuda muslim dilarang mereka masuk ke Masjidil Aqsha.

Perlakuan yang sangat keji ini, dikemukakan oleh Uri Mendes, yang mengepalai koordinasi keamanan distrik dan sebagai penghubung di wilayah Yerusalem dan Tepi Barat. Mendes menetapkan bagi para pengunjung yang ingin memasuki tempat suci Islam ini, yaitu Masjidil Aqsha hanya mereka yang umurnya sudah diatas 50 tahun.

Sedangkan bagi para pemuda muslim yang usianya masih dibawah 50 tahun, tidak diizinkan masuk ke Masjidil Aqsha. Sedangkan untuk kaum wanita yang diizinkan masuk ke Masjidil Aqsha yang sudah berumur 45 tahun. Wanita yang usianya masih dibawah 30 tahun dilarang masuk ke Masjidil Aqsha.

Sementara itu, Dr.Yusuf Qardawi, yang menjadi pemimpin ulama se dunia itu, menyerukan kepada seluruh umat Islam agar malaksanakan shalat Jum’at di Masjidil Aqsha, pada Jum'at yang akan datang. (28/8/2009)

Qardawi yang juga menjadi Ketua Dewan Lembaga Al-Quds Internasional itu, menyerukan kepada para Menteri Wakaf di negara-negara Teluk, Kamis yang akan datang untuk memperingati 40 tahun pembakaran Masjidil Aqsha yang dilakukan Yahudi Australia (Baruck Goldstein), dan melaksanakan hari solidaritas untuk Masjidil Aqsha.

Hal senada juga dikemukakan oleh anggota Parlemen dari Hamas, Mona,yang menegaskan bahwa Al-Aqsha dalam ancaman Israel, dan kondisinya sangat memprihatinkan. (m/pic)

Misi AS Rangkul Kelompok Islamis Pakistan, Gagal

Keinginan AS untuk merangkul kelompok-kelompok islamis di Pakistan untuk bersama-sama memerangi Taliban, gagal total. Dua partai islamis Pakistan, Jammat-e-Islami dan Jamiat Ulema Islam (JUI) yang didekati AS ternyata tidak mudah dibujuk agar mau mengikuti kemauan AS yang disampaikan oleh utusan khusus AS untuk Pakistan dan Afghanistan, Richard Holbrooke.

"Kami katakan padanya (Holbrooke), citra AS di dunia Islam akan pulih jika AS bertindak konkrit. Segala upaya yang dilakukan akan sia-sia kecuali, kecuali AS mau mengubah kebijakannya yang tidak adil pada dunia Islam, " kata Mohammad Kamal, kepala deputi Jamaat-e-Islami.

Dalam pertemuan hari Selasa (18/8) antara Holbrooke dan delegasi dari Jammat-e-Islami dan JUI, dibahas tentang penolakan kelompok islamis di Pakistan terhadap kehadiran pasukan marinir AS di Islamabad dan pasukan asing pimpinan AS di Afghanistan.

Kamal, mengutip penjelasan Holbrooke mengungkapkan bahwa AS akan mengirim 100 personel marinirnya untuk memberikan perlindungan pada staff diplomatik kedubes AS di Islamabad. "Tapi menurut pandangan kami, pemerintah Pakistanlah yang bertanggung jawab atas keamanan tamu-tamunya," kata Kamal.

Menurut Kamal, Holbrooke juga gagal mendapat dukungan kedua delegasi islamis itu dalam masalah perang AS di Afghanistan. Dalam pertemuan itu, Holbrooke seperti diungkapkan Kamal, mengatakan bahwa jika AS menarik pasukannya dari Afghanistan sementara masih ada para "teroris" dan pemerintahan Afghan masih lemah, maka yang terjadi adalah kehancuran.

Tapi delegasi islamis Pakistan memiliki pandangan sebaliknya. "Menurut kami, sepanjang masih ada pasukan AS di Afghanistan, persoalan akan tetap muncul," ujar Kamal. (ln/iol)

"AS Harus Tahu, Kami Sangat Membenci Kalian ..."

Kebijakan-kebijakan luar negeri AS dengan dalih 'perang melawan teror' menimbulkan sentimen anti-AS yang makin menguat terutama di negeri-negeri Muslim, salah satunya di Pakistan. Kebencian rakyat Pakistan terhadap AS diungkapkan oleh pejabat kementerian luar negeri AS bidang diplomasi publik, Judith McHale.

McHale mengutip pernyataan wartawan Pakistan Ansar Abbasi yang mengecam keras kebijakan-kebijakan luar negeri AS. "Dia (Abbasi) mampu berbahasa Inggris dengan baik, dan dia bilang ribuan manusia tak berdosa terbunuh gara-gara kami (AS) memburu Usamah bin Ladin," kata McHale menirukan pernyataan Abbasi.

Menurut McHale, Abbas juga mengatakan padanya bahwa rakyat Pakistan membenci semua orang Amerika. "Anda harus tahu bahwa kami membenci semua orang Amerika, dari lubuk hati yang paling dalam, kami benci Anda," masih kata McHale mengutip ucapan Abbasi, seperti dilansir New York Times, edisi Kamis (20/8).

Pemerintahan Obama berusaha merangkul kelompok-kelompok Islamis di Pakistan dalam upayanya memberangus para pejuang dan pendukung Taliban yang oleh AS diduga banyak bersembunyi di daerah-daerah pedalam Pakistan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan. Selama ini, militer AS di Afghanistan berulangkali melanggar kedaulatan negara Pakistan dengan melakukan serangan pesawat tanpa awak ke wilayah Pakistan, dengan dalih menghancurkan basis-basis Taliban. Serangan-serangan itu menimbulkan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil di Pakistan.

AS berhasil membujuk pemerintahan Pakistan untuk ikut menumpas kelompok Taliban di negerinya. Militer Pakistan pun melakukan berbagai operasi militer terhadap basis-basis Taliban, terutama di lembah Swat dan Waziristan Selatan. Operasi militer Pakistan lewat dukungan AS ini memicu krisis kemanusiaan dimana hampir 3 juta warga Swat terpaksa mengungsi untuk menghindari pertempuran antara kelompok Taliban dan militer Pakistan. Sementara AS menjanjikan bantuan dana milyaran dollar pada pemerintah Paksitan atas imbalan kesediaan pemerintah Pakistan ikut menumpas Taliban.

Namun upaya itu ternyata belum mampu melemahkan posisi Taliban. Pada akhirnya, pemerintah Pakistan bernegosiasi dengan Taliban dan memenuhi tuntutan Taliban agar diberlakukan syariah Islam di wilayah-wilayah yang menjadi basis Taliban. Sebuah keputusan yang ditentang AS.

AS lalu mengirim utusan khususnya untuk Pakistan dan Afghanistan, Richard Hoolbroke yang ditugaskan mendekati dua partai Islamis terbesar di Pakistaan Jammat-e-Islami dan Jamiat Ulama Islam dan membujuk kedua partai ini agar mau bersama-sama AS memerangi Taliban. Tapi AS harus gigit jari, karena kedua partai islamis tersebut justeru menekan AS agar segera mengakhiri penjajahannya di Afghanistan dan Pakistan.

Rakyat Pakistan sendiri sudah muak dengan perilaku negara AS yang melakukan serangan sepihak sehingga menimbulkan korban jiwa di kalangan warga tak berdosa di Pakistan. Survei yang digelar Gallup Pakistan belum lama ini menunjukkan bahwa 74 persen rakyat Pakistan menganggap AS sebagai musuh mereka. Hasil serupa terlihat dalam survei yang dilakukan Pew Research Center's Global Attitudes yang menunjukkan bahwa 64 persen rakyat Pakistan memandang AS sebagai musuh. (ln/wb/iol)

Dunia Islam Sebelumnya

Pemilihan Presiden Afghanistan Hanya Diikuti Oleh 10 Persen Penduduk

AFGHANISTAN (Arrahmah.com) - Berita gembira datang dari Afghanistan, laporan ini tidak diberitakan oleh media-media barat. Pemilihan presiden di Afghanistan yang berlangsung pada 20 Agustus lalu, ternyata hanya diikuti oleh 10 persen dari total penduduk Afghan, selebihnya memboikot pemilihan.

Menurut laporan, hanya 10 persen penduduk Afghan yang terjun dan mendukung

pesta demokrasi di Afghanistan beberapa hari lalu. Penduduk Afghan memboikot pemilihan presiden hampir di seluruh wilayah negeri tersebut kecuali provinsi Kabul, Mazar, Bamyan, Badakhshan, Faryab, Samanga, Parwan, dimana sebagian penduduk menjadi pemilih.

Sebagian besar penduduk Afghanistan mendukung pendirian Imarah Islam Afghanistan.

Para sesepuh (tetua) di provinsi Nangarhar dan Kandahar mengatakan kepada Khyber TV bahwa di beberapa distrik di Nangarhar dan Kandahar, pemilihan tidak dilaksanakan.

Penduduk di Paktia, Khost dan ghazni mengatakan bahwa siaran TV dan radio tidak mengikuti aturan jurnalistik yang seharusnya netral, tetapi mereka hanya merefleksikan hal-hal yang "dianggap" baik dalam pemilihan tanpa memperhatikan aspirasi penduduk Afghan, apa yang mereka inginkan sebenarnya. (haninmazaya/ansar/arrahmah.com)

Kejahatan Militer Amerika Di Irak Terbongkar

BAGHDAD (Arrahmah.com) - Empat tentara Amerika Serikat di Irak ditangkap atas tuduhan kejahatan dan penganiayaan tentara lainnya dalam peleton mereka, kata militer AS pada hari Jumat (21/8). Empat orang tentara Multinasional DIvisi Selatan itu dituduh melakukan pelecehan terhadap para tentara pria dengan dalih latihan kebugaran fisik, kata juru bicara militer Letnan Kolonel Kevin Olson.

Dalam pernyataannya, militer AS menyebutkan empat orang itu bernama Sersan Enoch Chatman, Sersan staf Bob Clements, Sersan Jarrett Taylor, dan Daniel Weber dari Pasukan B, Skuadron Kedua, Resipen Calvary ke-13 dari Fort Bliss, Texas.

Chatman dari Covina Barat, California, dikenai empat tuduhan, yakni kekejaman dan penganiayaan, satu kasus membuat pernyataan palsu dan satu tuduhan lagi karena telah bertindak gegabah dan membahayakan. Chatman harus menghadapi hukuman lebih dari 10 tahun penjara, pemecatan secara tidak terhormat, dan pembayaran ganti rugi, kata militer.

Clements dari Eastland, Texas, dikenai empat tuduhan, yakni kekejaman dan penganiayaan, tiga tuduhan membuat pernyataan keliru, satu tuduhan karena telah menghalang-halangi penyelidikan, dan satu tuduhan bertindak gegabah. Clements dikenai hukuman 25 thaun penjara dan pemecatan paksa.

Sedangkan Taylor dari Edmand, Oklahoma, dituduh telah melakukan kekejaman dan penganiayaan, membuat pernyataan yang keliru, dan melakukan tindakan yang membahayakan. Ia harus menghadapi masa hukuman di atas delapan tahun penjara.

Dan Weber dari Frankenmuth, Michigan, dituduh telah melakukan kekejaman dan penganiayaan, melakukan tindakan yang membahayakan dan menghalang-halangi investigasi. Ia harus menghadapi maksimal sembilan tahun penjara.

Namun sayangnya dalam pernyataan tersebut tidak ada informasi terperinci mengenai tempat kejadian perkara. Olson mengatakan bahwa pihaknya sejauh ini masih melakukan penyelidikan. (Althaf/arrahmah.com)